Aku layaknya seorang penikmat alam sejati
Berjalan jauh untuk menemukan matahariku bersinar
Menikmati kehangatan cahayanya dari sela pucuk cemara
Sejauh ini aku berjuang untuk terjaga
Hanya untuk melihatnya lagi
Mentari yang kuyakini akan setia di langit untukku
Bersinar demi mencerahkan hari-hariku
Menghabiskan heliumnya yang walau banyak tetap terbatas
Agar aku slalu dapat merasakan kehadiranya
Aku menyukainya sepenuh hati
Sungguh mencintai sebagaimana ia selalu hadir di tiap tetes embun pagi
Mengagumi bagaimana ia membuatku terjaga
Oleh kecupan hangat yang tersampaikan dengan sinarnya
Di saat siang hari menjelang
Orang lain mulai menghujat sang terik
Dan berpindah memuja sepenuh hati kepada awan
Atas perlindungannya dari si panas mentari
Akupun turut mensyukuri kehadiran awan
Gumpalan yang mampu menyejukkan
Saat ku gerah oleh pantulan ultraviolet menyengat
Menyebalkan, membuatku ingin berteduh
Membuatku ingin berteduh dalam dekapan awan
Merasakan kelembutan teksturnya
Mencicipi halus bentuknya
Merengkuh dan memiliki keberadaannya
Terkadang saja untuk sesaat
Aku mendambakan memeluk sang awan
Sebab aku tau sebesar apapun aku menggilai matahari
Seperti aku tak mungkin menyentuhnya
Rasanya nikmat jika aku bisa menggandeng awan turun
Aku membayangkan sensasi kesejukan
Setiap aku di dekat awan
Ia memang indah, eksotis, ajaib, memukau
Dia sempat mencuri hatiku diam-diam
Diam-diam, karena sepertinya dia tak sadar
Bahwa ada kagum dan sayang di hatiku untuknya
Aku ingin sekali memilikinya
Seandainya saja aku bisa menarik hatinya
Sempat sejenak aku berfikir dengan hati
Cemburukah matahari jika aku memuji awan
Aku merasa bersalah dan berdosa telah menghianatinya
Bahwa awan dan mentari ada di dimensi yang sama
Mereka saling melihat
Dan sepertinya mereka saling mengawasi
Tega jadinya bila aku bisa menyukai keduanya bersamaan
Tidak terlalu lama aku menyesali
Semua bimbang musnah saat aku merasakan dengan pikiran
Menyadari mentari tak perlu cemburu terhadap awan
Toh perhatianku ini hanya sesaat
Karena awan pun bukannya kekal
Tak ada kemungkinan bagiku untuk memilikinya
Sebelum puas aku menyentuh, ia akan lenyap
Menjelma menjadi debu dan rintik hujan
Berganti dengan awan yang lainnya
Menyingkir dari pandanganku
Lagipula bukankah pancaran matahari masih sampai di hatiku
Membuat hanya mataku yang memandang awan
Menyaksikannya perlahan bergulir dan menghilang
Tapi hatiku tetap hanya bagi matahari
Sehingga hanya mentari yang kukagumi
Menggunakan matabatinku
Membuat ku kembali meresapi
Memang hanya aku yang mengetahui
Betapa kesetiaan sang surya itu tetap
Hanya posisinya yang berubah perlahan
Tapi hangatnya masih sama
Sungguh aku hanya manusia berperasaan
Yang tetap berpikir dengan logika
Bahwasannya seberapapun pengorbanan yang mentari berikan
Dia tetap bisa kehabisan bahan bakar
Membuat bumi menjelma gulita
Saat itu aku membayangkan sesosok lain
Penghuni langit yang lain
Dia tidak menerangi kehidupanku
Tidak juga menyejukkan hatiku
Ia hanya berdiam di
Menemaniku menghitung waktu
Tadi malam, sebelum mentari tiba dengan harapannya
Mengingat keheningan tadi malam
Dimana hanya aku dan bulan yang saling pandang
Atau mungkin hanya aku yang memandang bulan
Karena bulan sibuk dengan bintang gemerlapnya
Tapi sungguh aku ingat
Sewaktu bintang tiada tampak
Bulan sempat tersenyum kepadaku
Mungkin baginya itu biasa
Bagiku ia menghiasi hatiku, terlebih mataku
Dengan kemilaunya yang tiada menyilaukan
Membuatku betah untuk terus menatapnya
Seperti berbincang dengan hening
Tapi syahdu adanya percakapan kami
Tak ada yang menyadarinya
Namun aku yakin kami ini sehati
Hingga kini aku mengharap
Aku akan bertemu bulan yang sama
Seperti yang semalam memikat hatiku
Walau di hati aku tahu
Sungguh aku tahu
Bahwa bulan telah memiliki bintang
Bahkan berganti dari satu bintang ke bintang yang lain
Yang memang menjadi pasangan sejatinya
Sedangkan matahari slalu setia menyapa dan menghangatkan
Tanpa menuntutku untuk membalas dengan kesetiaan setara
Hari dan malam terus bergulir
Matahari dan bintang silih berganti
Aku setiap waktunya merasa semakin terbebani
Dengan dosaku kepada matahari
Seiring bertambahnya rasa di diri
Tentang kekagumanku terhadap bulan
Aku layaknya seorang penikmat alam sejati
Berjalan jauh untuk menemukan matahariku bersinar
Melalui hari seindah ini bersama sang mentari
Lalu bergegas pulang untuk menikmati malam bergulir
Sembari mengagumi rembulan, semalaman ia memikat hati
Aku meyukai keduanya
Keduanya pangeran langit bagiku
Yang berbeda hanya masa mereka beredar
Aku ingin memiliki keduanya untukku sendiri
Kudapatkan mereka pergi tanpa satupun hadir disini
Jika aku masih tak bisa memilih
Apakah bulan yang mengagumkan
Apakah tetap pada matahari yang setia
Atau justru membiarkan mereka berlalu
Menghilang membawa perasaan di hatiku
Dn justru berbalik mengejar sang awan
Yang telah menghilang entah kemana
Aku heran
Kenapa awan tersebut lagi
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.